Righteous Kill

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Quisque sed felis

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Etiam augue pede, molestie eget.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Hellgate is back

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit ...

Post with links

This is the web2feel wordpress theme demo site. You have come here from our home page. Explore the Theme preview and inorder to RETURN to the web2feel home page CLICK ...

Latest Posts


Cozy Republic: Reggae Tak Harus Gimbal

Membawa musik reggae naik kelas, itu misi band Cozy Republic selama ini. Cozy Bastian (vokal), Penyot (gitar), Indha (keyboard), dan Luthfi (drum), para personel grup tersebut, ingin reggae tak lagi dianggap musik kumuh."Musik kami sangat fleksibel, dari kalangan atas sampai ke bawah. Jadi, reggae tidak identik dengan musik yang kumuh," kata Bastian ketika berkunjung ke Kompas.com, di Jakarta, belum lama ini.

Dengan misi itu, fashion yang mereka kenakan lantas menjadi salah satu hal penting bagi Cozy Republic. "Kalau pakaian kami bersih, pasti penilaiannya juga asyik. Bisa masuk di kaum jetset, bukan lagi dinilai musik kumuh," kata Bastian lagi. "Jadi, siapa bilang sekarang reggae selalu kumuh," lanjutnya.
"Di video clip (lagu) 'Bidadari', kami didandani. Padahal, kami enggak biasa didandani, jadi bingung," kenang Penyot. "Karena bingung, kami enggak pakai model yang gimana-gimana, mengalir saja, kami 'mainin' kostum," lanjutnya. "Dan, reggae enggak harus gimbal. Yang penting, hatinya," timpal Bastian, meskipun Indha berambut gimbal.

Sumber : entertainment.kompas.com/
Semoga bermanfaat buat Manteman sekalian info selanjutnya dtunggu salam reggae :)


 -----------------------------------------------------------------------------------------------------------


Tony Q: Hidup Saya untuk Reggae




JAKARTA - Musik reggae di Indonesia pasti identik dengan Tony Q. Musisi kelahiran Semarang, 50 tahun silam ini menyerahkan seluruh hidupnya untuk musik reggae.

"Sebenarnya, kalau memang kita suka bermusik dan tahu tujuan hidup kita dan senang melakukannnya tidak perlu ngoyo (memaksakan diri). Saya sudah menyerahkan hidup saya di reggae," ujar Tony saat berbincang dengan okezone di Pekan Raya Jakarta (PRJ), Kemayoran, Jakarta belum lama ini.

Tony memulai karier musik reggae sejak tahun 1989 dengan grup musik Roots Rock Reggae. Pada 1994, dia membentuk grup musik Rastafara yang cukup terkenal sebagai pengusung aliran musik reggae di Indonesia saat itu. Bersama Rastafara dia sempat merilis dua album, yaitu 'Rambut Gimbal' dan 'Gue Falling In Love'.

"Saat ini, usia saya sudah 50 tahun. Saya mulai berkarier tahun 1989 dan sudah punya delapan album hingga saat ini. Apa ya, saya selalu senang berada di sini," tandasnya.

Pelantun Republik Sulap ini mengaku senang dengan perkembangan musik reggae di Indonesia sekarang. Misinya terhadap musik reggae sebenarnya sederhana, hanya ingin menyebarkan rasa kasih sayang antar sesama.

"Saya berharap musik reggae sebagai syiar. Saya ingin menyampaikan kalau kita semua punya spirit. Saya ingin musik reggae terus ada karena saya ingin selalu buat orang senyum dan cinta damai," tekadnya.

Sumber : okezone.com




---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
buat yang lagi mencari alat alat perkusi bisa dateng juga kesini
@DegelongShop
Kami menyediakan alat musik : djembe/jimbe, didgeridoo, berimbau, softcase djembe, pernik2 perkusi. Terima juga service djembe + bisa latian djembe bareng>>>monggo mampir!! :D
alamat:JL.wiru indah no.42 rt02/01 parung serab,ciledug.
patokan depan kantor kelurahan parung serab
c :081316366601/92827486

monggoooo teruuuussssss....:)

 -----------------------------------------------------------

 

Budaya Reggae dan Kontroversinya

 


Reggae merupakan musik yang cukup banyak diminati oleh para pencinta musik, walaupun tidak termasuk musik mainstream, namun Reggae tetap tidak akan pernah hilang ataupun musnah. Sampai kapan pun.

Musik Reggae sendiri pertama kali ditemukan di Jamaica pada akhir tahun 1960-an. Jamaica merupakan sebuah negara yang memiliki budaya yang sangat menarik untuk dicermati, dan salah satunya ialah musik. Sebenarnya tidak hanya Reggae saja yang dimiliki oleh jamaica, karena mereka juga memiliki Ska, Rocksteady, dan DUB.

Reggae sendiri memiliki beat yang cukup slow namun tetap dapat membuat pendengarnya bergoyang santai. Perkembangan musik yang satu ini memang sangat pesat. Musik Reggae pun akhirnya mengalami perkembangan menjadi Roots Reggae dan Dancehall Reggae yang terjadi pada akhir tahun 1970. Nama Roots Reggae sendiri diberikan oleh para Rastafarian, yang berarti sebuah musik spiritual yang diperuntukan bagi Jah. Siapakah itu Jah? Jah berarti tuhan bagi para Rastafarian. Burning Spear, Johnny Clarke, Horace Andy, Barrington Levy, dan Linval Thompson merupakan nama-nama produser yang sangat berjasa dalam mengembangkan Roots Reggae ini. Selain memiliki irama yang menarik, lirik dari Reggae pun tidak pernah lepas dari kisah cinta, seks, dan kritikan sosial kepada pemerintahan. Jadi dapat dikatakan bahwa musik Reggae juga merupakan sebuah musik bagi para pemberontak. Terlepas dari Jamaica, musik Reggae orisinal masih dapat kita temukan di Afrika dan Kepulauan Karibia. Di kedua tempat ini Reggae memiliki pengikut dengan jumlah yang sangat besar.

Kebudayaan dua daerah yang masih lekat dengan Jamaica ini membuat Reggae tumbuh cukup pesat. Nampaknya perjuangan Reggae tidak berhenti sampai situ saja, karena secara perlahan namun pasti Reggae mulai memasuki Amerika Serikat. Tentu saja setelah melewati proses yang cukup panjang. Mungkin Anda tahu bahwa Rhythm and Blues merupakan musik kulit hitam yang tinggal di Amerika, namun Rhythm and Blues sendiri merupakan bagian dari musik Reggae yang telah mengalami perkembangan dan beberapa proses di Amerika Serikat. Beberapa pendapat miring atau pun kritikan pedas juga sempat dialami oleh jenis musik yang satu ini, namun Reggae tetap berjalan, seakan tidak ada yang mampu untuk menahannya lagi. Puncaknya ialah ketika pada tahun 1963 musik pemberontak ini akhirnya dapat diputar di tangga radio Inggris pada acara John Peel’s Show.

Reggae And Controversy
Walaupun telah mendunia pada tahun 1960an, Reggae tetap saja menuai kontrovesi yang sangat banyak, para kritikus menganggap musik ini merupakan sebuah musik yang berbahaya, baik dari lirik maupun lifestyle yang ditimbulkan oleh jenis musik ini. Memang jika diperhatikan secara lanjut, lifestyle yang ditimbulkan oleh musik ini sangat dahsyat. Penggunaan cannabis alias ganja oleh para musisi Reggae banyak diikuti oleh para pendengar dari musik ini, karena efek yang ditimbulkan oleh ganja memang sangat cocok dengan irama musik Reggae. Bahkan tidak sedikit yang beranggapan bahwa penggunaan cannabis atau ganja merupakan salah satu ritual yang wajib dilakukan oleh para Rastafarian. Lihatlah cover album Bob Marley yang berjudul “Catch a Fire”, Anda akan menemukan gambar yang sangat vulgar, yaitu gambar sang dewa Reggae sedang menghisap dan sangat menikmati ganja. Cover album tersebut memang sempat menuai kritikan yang sangat pedas, namun nampaknya kebebasan bermusik Reggae masih tidak tertandingi pada saat itu. Seorang musisi Reggae lainnya, Peter Tosh dalam setiap penampilannya selalu memegang ganja di salah satu tangannya dan menghisapnya ketika sedang berada di atas panggung. Salah satu hits dari Peter Tosh yang berjudul “Legalize It” juga sempat dikecam oleh pemerintah karena pada lagu tersebut Peter Tosh meminta kepada pemerintah untuk melegalkan ganja.

Kontrovesi Reggae tidak berhenti hingga disitu saja, salah satu bagian dari Reggae, yaitu Dancehall juga dianggap sangat bermasalah. Dancehall sendiri merupakan sebuah musik yang diperuntukan untuk mengkritik para kaum gay. Para Rastafarian yang sangat membenci komunitas yang satu ini mulai melakukan kritikan-kritikan tajamnya melalu Dancehall, bahkan tidak sedikit berbagai kejadian yang sedikit radikal terjadi akibat dari pengaruh dari Dancehall..

Jamaican Style
Musik Reggae memang sangat lekat hubungnnya dengan Jamaica. Mungkin itu semua terjadi karena Jamaica merupakan daerah asal dari musik ini. Kerena sangat erat hubungannya tersebut, maka banyak budaya Jamaica yang diadaptasi oleh para pencinta musik yang satu ini. Cocok atau tidak cocok bagi pengadaptasinya bukan merupakan sebuah masalah, yang penting ciri khas Jamaica dan Reggae telah melekat pada keseharian para pengikut Reggae.

Rambut gimbal merupakan salah satu pengaruh dari budaya Reggae dan Jamaica yang paling mudah kita temukan. Mungkin bagi sebagian orang akan merasa jijik atau pun gerah melihat orang dengan rambut gimbal tersebut. Namun bagi para Rastafarian, hal ini lah yang mereka lakukan untuk mengungkapkan bahwa dirinya adalah salah satu pencinta dari musik Reggae.

Seiring dengan perkembangan zaman, rambut gimbal pun mulai mendapatkan tempat di dunia. Banyak orang awam yang tidak begitu mengerti tentang Rastafarian ataupun musik Reggae mengadopsi gaya ini pada kesehariannya. Selain rambut gimbal, warna hijau, kuning dan merah pun cukup melambangkan warna khas dari musik Reggae.

Bob Marley
Terlahir dengan nama Robert Nesta Marley pada tanggal 6 Februari 1945, di sebuah desa di Saint Anna, Jamaica, Bob Marley merupakan seorang legenda Reggae yang tidak akan ada habisanya untuk dibicarakan. Ia merupakan salah satu musisi yang sangat mendunia. Selain berprofesi sebagai penyanyi, Bob Marley juga sangat piawai dalam memainkan gitar dan menjadi seorang penulis lagu yang sangat handal.

Pada tahun 1963 Bob Marley bersama Bunny Livingston, Peter McIntosh, Junior Braithwaite, Beverly Kelso dan Cherry Smith membuat sebuah band yang bernama The Teenagers. Nama The Teenagers sendiri tidak bertahan lama dan kemudian berubah menjadi The Wailing Rudeboys yang kemudian disempurnakan menjadi The Wailers Perjalanan karier Marley sendiri berjalan seperti musisi pada umumnya. Well, memang tidak mudah untuk menjadi seorang musisi handal. Namun perjuangan Marley tersebut akhirnya mulai menghasilkan sesuatu. Beberapa hitsnya seperti “No Woman No Cry”, “Get Up Stand Up”, dan “I Shot the Sheriff” cukup melegenda di dunia.
Sayang Marley tidak lama merasakan kejayaannya tersebut. Pada bulan Juli 1977 Marley divonis menderita penyakit kanker, dan penyakit tersebut pun mulai menjalar ke beberapa bagian vital tubuhnya seperti otak dan hati yang membuatnya harus banyak beristirahat. Pada tanggal 11 Mei 1981 sang legenda Reggae ini pun menghembuskan nafas terakhirnya dengan meninggalkan tiga belas anak. Walaupun telah meninggal, nama Bob Marley seakan tidak pernah lenyap dari dunia musik, khususnya musik Reggae. Bahkan musik Reggae pun semakin diterima dunia. Mungkin ini lah salah satu cara yang harus dilakukan oleh sang dewa Reggae untuk tetap menghidupkan musik Reggae.


__________________________________________________________________________________


Monkey Boots Jadi Finalis London Intl Ska Festival 2012 Band Competition 

 

Berhasil unggul dari 153 band di seluruh dunia dan masih harus bersaing pada tahap voting.
Jakarta - Grup musik ska asal kota Jakarta, Monkey Boots, masuk ke dalam 20 finalis The London Intl Ska Festival 2012 Band Competition. Dengan itu, Monkey Boots memiliki peluang untuk tampil sebagai band pembuka The London Intl Ska Festival 2012 di London, Inggris, yang akan berlangsung selama empat hari mulai tanggal 3 sampai 6 Mei 2012.

Namun, Monkey Boots masih harus bersaing dengan sembilanbelas band lainnya dari seluruh dunia. Band-band itu adalah Bigger Thomas, Green Room Rockers, Maddie Ruthless, See Spot, The Forthrights (Amerika Serikat), Los Furios (Kanada), Jamaica69 (Meksiko), The Kinky Coo Coo’s, The Oldians, Akatz (Spanyol), Bombskare (Skotlandia), The Simmertones, The Riffs, Jeramiah Ferrari, Offbeat Offence, The Downsetters (England), Captain Accident (Wales), Babylove and the Van Dangos (Denmark) dan The Liptones (Swedia).

“Ini baru tahap ketiga dari proses seleksi pihak panitia sana, belum final. Jadi dari 153 band, diseleksi jadi 30 band. Kemudian diseleksi jadi 20 band. Nah, nanti masih ada vote lagi untuk menentukan kita bener-bener main di sana apa enggak,” kata Indra Paramanandana, pemain bass Monkey Boots, saat kami hubungi Senin (12/9/2011) siang. Informasi mengenai voting itu dan segala persyaratannya baru akan diumumkan pada pertengahan pekan ini di laman Facebook The London International Ska Festival.

Awalnya, seperti 153 band lainnya dari seluruh dunia itu Monkey Boots mendaftarkan diri ke The London Intl Ska Festival 2012 Band Competition dengan cara mengirim email dan menyertakan tautan ke Facebook, YouTube, MySpace band dan lain-lain. “Menunjukkan ke mereka lagu dan video-video kita,” jelas Indra. “Lagu yang kita kasih ke mereka ‘Djakarta,’ ‘Rough Gangster,’ ‘Tundukkan Hatimu’ dan beberapa video di YouTube.”

Menurut informasi terbaru di laman Facebook tersebut, band yang unggul dengan perolehan suara terbanyak nantinya akan berhak untuk menjadi band pembuka The London Intl Ska Festival 2012 dengan semua biaya perjalanan dan hotel ditanggung oleh pihak panitia. Sementara itu, beberapa nama penampil utama yang telah diumumkan akan mengisi The London International Ska Festival 2012 adalah The Dualers, Neol Davies aka The Selecter, Hotknives, The Moon Invaders (Belgia), Los Granadians (Spanyol) dan Capone & The Bullets.

The London International Ska Festival yang pertama telah berlangsung selama empat hari pada April 2011 lalu di teater Clapham Grand, London. Namun, festival ini pertama kali dipromosikan pada tahun 1988 oleh Sean Flowerdew dan diadakan di The Brixton Fridge dengan menampilkan Laurel Aitken, Bad Manners, Potato 5 dan band Flowerdew sendiri, The Loafers.

Monkey Boots sendiri terbentuk pada akhir tahun 2004 dengan line-up terakhir Denny (vokal), Adam (gitar), Ewok (drum), Indra (bas), Akbar (gitar), Aldo (saxophone), Edwin (trumpet), dan Acho (trombone). Band yang terbilang rajin tampil di skena lokal itu kini tengah menunggu album studio debut mereka yang rencananya berjudul Big Monkey dirilis. Dan singlenya yang berjudul “Tundukkan Hatimu” telah diputar di radio-radio.
Source : Rollingstone


___________________________________________________________________________________




Ziggy Marley Menolak Disamakan dengan Sang Ayah 

 

 


LOS ANGELES--MICOM: Ziggy Marley melanjutkan warisan musik dari sang ayah dengan bangga. Namun, dia tidak mau disamakan dengan ayahnya, sang legenda reggae Bob Marley.

Di album barunya, putra pertama Bob Marley merefleksikan pengetahuan yang didapatkan dari sang ayah yang meninggal di usia 36 tahun akibat kanker.

Dalam lagu The Roads Less Traveled, pria berusia 42 tahun itu bercerita mengenai gaya hidup playboy sang ayah dan ketidakmampuannya mengatakan tidak. "Ayah saya memiliki banyak perempuan dan itu membuat ibu saya sedih. Teman-teman yang mengelilinginya akhirnya menjadi musuh."

Dalam sebuah wawancara, Marley mengaku dirinya bangga bisa meneruskan merek Marley melalui komik Marijuana Man atau dalam minuman penenang Marley's Mellow Mood. Namun, dirinya memutuskan untuk memiliki sedikit sahabat.

"Saya memilih sendirian ketimbang memiliki jutaan pengikut. Kita tidak tahu apa yang ada di dalam hati mereka dan Anda tidak tahu mana yang bisa dipercaya," ujar Marley.

"Karenanya, saya menyanyikan lagu itu. Saya berbeda dari ayah saya," pungkasnya.

Sumber : mediaindonesia

___________________________________________________________________________________


Steven Jam: Sekarang Reggae Gak Identik Mariyuana 

 

JAKARTA - Acara Indonesia Reggae Festival 2011 yang dilaksanakan Sabtu (21/5) kemarin di JI Expo Kemayoran, Jakarta Pusat akan jadi tonggak sejarah dalam perkembangan musik reggae Indonesia.

Steven yang menjadi salah satu penggagas acara tersebut pun mengibaratkan Indonesia Reggae Festival 2011 sebagai sebuah mimpi yang menjadi kenyataan.

“Ini kayak dream come true, karena dari tahun 2006 kita udah mikirin itu dan gue minta support aja dari kawan-kawan semua,” ujar Steven usai pertunjukkannya.

Menurutnya, genre musik reggae sendiri terbilang sebuah musik baru di Indonesia, namun dia mengakui jika perkembangan musik reggae di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat.

“Perkembangan reggae di Indonesia itu jauh banget dari dulu yang bandnya bisa dihitung pake jari. Kalo sekarang ada banyak banget, bahkan ada banyak band reggae yang gue denger santer namanya tapi enggak tahu orangnya,” papar pelantun Welcome to My Paradise ini.

Dia juga bersyukur karena sekarang sudah mendapat banyak dukungan dari masyarakat untuk mendukung acara Indonesia Reggae Festival 2011.

“Reggae itu kan identik dengan mariyuana, dan pemerintah sulit sekali memberikan ijin untuk membuat acara ini, mungkin sekarang opininya sudah beda,” jelasnya.

Steven berharap jika acara tersebut nantinya bisa menjadi suatu ajang tahunan, dan semakin mempererat tali silaturahmi diantara komunitas reggae yang ada di Indonesia.

 


 


 




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer